PESAN: Bagi temanku orang muda, yang kukenal maupun yang tidak kukenal

PERTAMA, izinkanlah aku memanggilmu 'Dik! Sebagai tanda, bahwa aku ingin menaruh dirimu menjadi temanmu dalam hatiku, dan ingin mengatakan sesuatu yang saya yakini berharga padamu - dari pengalamanku dan pengalaman orang lain yang saya lihat dan baca.
Judul diatas saya ambil dari sebuah buku tua yang saya baca pertama kali 40 tahunan yang lalu. Karangan Tony de Ridden.
Buku tersebut menurut saya bagus. Bukan saja karena isinya yang dalam, tentang kebenaran hidup, yang tidak pernah berobah - walaupun jaman telah berobah, ideologi telah berobah, sejarah telah berobah. Buku tersebut terbit pertama kali terbit dalam bahasa Indonesia tahun 1960, dimana pengarangnya sendiri diminta penerbitnya menulis Kata Pendahuluan buku tersebut untuk terjemahan bahasa
Empat puluh tahunan yang lalu, ketika saya mulai belajar mengenal kehidupan nyata sebagai orang muda, jauh dari orangtua, merantau dari Sumatera sana ke Jawa, dalam situasi ekonomi dan politik vivere verikoloso-nya Sukarno, saya diajak melihat paradox hidup, yang dilukiskan de Ridden disatu sisi sebagai ”kehidupan yang sukar ...., yang diwaktu mudaku pun menakutkan dan mencemaskan daku”, tapi kemudian disisi lain dilukiskan sebagai ”kehidupan besar lagi bagus ...., ditengah banyak susah, ditengah banyak kesedihan dan kehampaan”.
Dibagian lain tulisannya yang menarik berjudul ”Kamu Harus Perkasa”, dikatakan ”Kalau hatimu tiada dapat tersenjum, biarlah mukamu saja yang bersenjum, agar hatimu kelak ’
Empat puluh tahun yang lalu. Buku itu kuberikan pada pacarku – yang kemudian menjadi isteriku yang sangat kucintai, dan tetap kucinta, dan bahkan semakin kucinta: Lina (dalam catatan harianku kutulis dengan singkatan SLS).
Buku tua dengan cover sederhana dengan tebal 50 halaman itu sendiri baru saja kutemukan kembali beberapa waktu yang lalu, nyaris terbenam diantara buku-buku lainnya yang jauh baru dan lebih tebal dan dengan cover disain yang lebih menawan.
Komentar
Posting Komentar