Ketika Hatimu Tidak Dapat Tersenyum
Dik, Kalau ’kau menanyakan kepadaku apakah ada suatu ucapan atau kata bijak yang selalu kugantung di dinding hatiku sejalan dengan umurku yang sudah masuk golden years, untuk tidak menyebut manula, maka itu adalah kata-kata bijak”Kalau hatimu tidak dapat tersenjum, biarlah wajahmu saja yang tersenjum, agar hatimu kelak akan belajar berseri."
’Dik. Senyum sesungguhnya sesuatu ”misteri”. Ia lebih dari sekedar bumbu tegur sapa. Ia menyimpan rahasia dari “memberi untuk menerima”. Ia dapat memberi suka, kebahagiaan dan cinta. Senyum (dapat) membuat hidup lebih hidup! Seperti kata kutipan puisi dibawah ini:
Senyum yang memancar dimatamu, murni dan penuh ceria
Senyum yang membuat hatiku cerah, dari kasih yang murni ...... untukku
’Dik. Kita orang dewasa mungkin dapat belajar, bahkan harus iri, melihat senyum bayi atau anak. Senyum yang bening dan penuh menghias seluruh wajah dan matanya. Bayi tersenyum tanpa rekayasa. Tidak seperti kita orang dewasa, dimana senyumpun terkadang merupakan suatu beban, atau kewajiban – seperti ”senyum dharmawanita” yang lebih banyak untuk basa-basi.
Terus terang. Mungkin kadang kita harus belajar dari seroang anak, atau bahkan bayi.
Setiap kali saya datang mengunjungi cucu saya Kris, yang baru 8 bulan, pasti ia menyambut dengan senyum yang terpancar diseluruh wajah dan matanya. Senyum yang terpancar begitu saja, yang saya pikir, bagi kami orang dewasa tidak selalu dapat kami miliki dan berikan pada orang lain.
Saya pikir,
betapa kami orang dewasa harus belajar menjadi seperti seorang anak. Kami, semakin dewasa, sering kehilangan sense of wonder - rasa kagum, seperti pada anak-anak yang sehat dan bahagia.

Ya ‘Dik. Kita perlu belajar senyum kalaupun hati tidak dapat tersenjum. Tidak jadi soal, kalau lagi bad mood (ABG bilang, ”lagi bete”).
Dengan senyum, bukan saja kita membuat hari-hari kita lebih berarti, tapi juga orang lain.”Setiap kali anda tersenyum pada seseorang” kata Ibu Theresa, ”itu adalah tindakan kasih, dan pemberian pada orang tersebut, adalah sesuatu yang indah”, dan ditambahkannya, ”damai dimulai dengan senyuman”. Henry Ward Beecher, seorang rohaniwan Amerika (1813-187) bahkan mengatakan senyum lebih mempesona dari pada tawa: ”Tawa adalah siang, ketenangan hati adalah malam, senyuman adalah senja yang menggantung diantara keduanya, dan lebih mempesona daripada keduanya”.
Dik. Mungkin ’kau mengatakan adalah tidak jujur ”tersenyum ketika hati tidak dapat tersenyum”. Tapi cobalah, sampai ’kau mengerti kelak apakah maksud ucapan itu bagimu.
Dan masalahnya bukanlah kejujuran atau ketidak-jujuran. Kejujuran pada diri sendiri bahkan diperlukan untuk memeriksa motif-motif kita dalam banyak hal. Tanpa kejujuran pada diri sendiri, banyak kali kita gagal belajar dari kesalahan, karena begitu sibuk menyangkalinya.
Namun, disini, memberi perhatian dan senyum pada orang lain, termasuk ketika kita bad mood, adalah lebih mulia dari pada soal ketidak-jujuran pada diri sendiri. Ketika kita memberikan perhatian kita secara tulus pada orang lain, sekalipun pada saat kita sendiri down, justru kita menyatakan keperkasaan batin dan kedewasaan kristiani kita - sebagai ekspressi dari kerelaan menyangkali diri. Seperti dikatakan Dietrich Bonhoeffer (1906-1945), yang dipenjarakan Hitler karena imannya, “menyangkali diri sendiri adalah menyadari hanya Kristus dan tidak ada lagi diri sendiri, serta memandang hanya kepada Dia yang berjalan dihadapan kita, sehingga tidak ada lagi jalan yang terlalu sukar bagi kita”
‘Ya, Dik. Belajarlah memberi termasuk dengan senyummu. Seperti dikatakan “For it is in giving that we receive” – karena dalam memberilah kita menerima. Pebisnis Amerika Jim Rohn lebih menegaskannya: “Giving is better than receiving because giving starts the receiving process” - Memberi lebih baik dari menerima, karena dalam memberilah dimulai proses menerima.
Demikianlah ’Dik. Kalau hatimu tidak dapat tersenjum, biarlah wajahmu saja yang tersenjum, agar hatimu kelak akan belajar berseri. Dalam memberilah kau mempunyai dengan sungguh. Didalam memberilah kau menerima senjuman dalam hatimu, yang akan menyinarkan seluruh wajahmu.
Sebuah senyuman tidak perlu mengeluarkan biaya,
tetapi memberi banyak,
ia mengayakan mereka yang menerimanya,
tanpa membuat lebih miskin mereka yang memberi.
Senyum hanya membutuhkan waktu sesaat
namun ingatan yang dibawa sertanya dapat selamanya ...
Komentar
Posting Komentar